Kau meminta perhatian segera, menyela ketika saat tiba. Tak senada dengan apa yang kulihat dengan mata, lewat teks yang terkirim adalah orang yang berbeda. Memperlihatkan kebersamaan dengan yang lain melalui pribadi berbeda. Ada nyata sesekali berubah kembali, tak bisakah demikian saja? Ada kemudian keberadaan menyelakan kealpaan, kemudian tergagas tak bisa sama. Sadar.
Besok hari, ada kebetulan, warna biru yang kupakai ternyata senada dengan pilihan. Berjalan melewati beberapa stand makanan yang telah sepi aku melihat dari arah berlawanan, tak sadar dengan tujuan yang ternyata sama. Tak bisa memikirkan cara aku mengiyakan bantuan yang tak ditawarkan. Bodoh.
Aku tak ingin melebihkan sesuatu yang bisa saja terjadi setiap hari dengan yang lain pun tanpa tersadari. Apa yang diinginkan pun tak sejelas aku melihat matahari di pagi. Agaknya demikian realita sehari-hari, dugaan itu tak semata sejalan dengan teori. Ragam cerita dibaliknya mengingatkan agar tak selalu setiap kejadian menyimpan senyum diakhir. Tak kuasa saja kadang tak bisa berkata tidak. Naif.
Kemudian hati tertata kembali, menyegerakan senyum pagi. Ini, tak bisa bila pecah lagi. Ada banyak ketakutan yang sudah berjalan mundur, sembunyi. Garis depan bukan untuk ditunggu, aku tidak. Berjalan lah perlahan, bila itu memang sebenarnya. Sungguh.
Minggu, 27 Maret 2016
Bila memang
Jumat, 26 Februari 2016
Masih
Aku masih mendengarkannya,
Bait-bait lagu yang sering kau perdengarkan
Kau masih mengulangkannya,
Bait-bait yang kau kira adalah alasan kepergian
Tak kukira berulang aku mencari persembunyian
Sayang, hidup sekarang tak bisa tak terlihat
Masih, aku masih mengetahui kabar walaupun diam
Mungkin, bahkan kalau itu benar bukan berarti masih berhak
Hilang, paradoks mini dalam syaraf tak mengiyakan untuk lupa
Terima kasih, bila itu pun masih terdengar
Minggu, 14 Februari 2016
Semacam rahasia
Melihat waktu aku terus merasa terburu, merasa belum juga. Gerangan ada apa atau siapa belum juga jelas. Semacam rahasia yang aku belum boleh tahu. Biar saja, bukankah takkan ada yang namanya kejutan bila sudah. Percaya bukankah itu adalah iman kepadaNya.
Bahagia kamu mungkin segera menjadi kita. Tak melulu perbaiki diri bila hanya untuk bertemu saja. Niat belum lurus, apa daya manusia biasa. Belajar selalu agar tak lagi salah niat, disekitar banyak pengingat, banyak pedoman. Kemudian nanti, sampai saatnya yang menemani dan membimbing sepanjang hidup telah ditentukan waktunya tiba.
Kesempatan pun mungkin berulang terlewat mungkin itu yang Dia maksud agar percayakan saja. Harap hanya pada Nya, pasrahkan kembali pada Nya
Kamis, 21 Januari 2016
Hilangkan
Kutatap lekat kedua bola matanya, sama dengan yang dia lakukan padaku. Ada celah untuk beralih, tapi mataku tak teralih sedikit pun. Mungkin karena aku yang ingin.
"Apa kita sedang jatuh cinta?" Polos dia bertanya padaku. Aku sedikit tertegun, dia bertanya seperti hal tersebut mudah untuk dijawab. "Mungkin tidak." Jawabku, ingin mengetahui reaksinya selanjutnya. Terbukti, raut wajahnya berubah sedikit berkerut bingung tetapi tak meninggalkan pandangannya dari kedua mataku, aku pun masih sama.
"Apa yang seharusnya terjadi kalau jawabannya 'mungkin iya'?" Lagi, dia bertanya.
Aku bukan seorang pecinta bukan juga penyair sekaliber Chairil Anwar dengan kosa kata majemuknya.
Aku diam memandangnya, kuharap aku bisa menjawab pertanyaannya. Kurasa soal matematika lebih mudah ku jawab daripada pertanyaan emosionalnya ini. "Kalo kau masih mempertanyakan itu kurasa selamanya itu masih 'mungkin tidak'."
Dia menatapku lebih lekat dari sebelumnya. Kemudian memejamkan matanya sambil menopang dagu.
'Apa aku salah menjawabnya?'
"Kalau aku menghilangkan kata 'apa' berarti jawabannya 'mungkin iya'?"
Telak, dia memainkan kata lagi.
"Tanpa kata 'mungkin'." Jawabku.
Dia tersenyum, sumringah. Aku memalingkan wajahku darinya, menyembunyikan pipi yang sangat panas kurasakan.
"Bisan!"
Jarwi memanggilku dari jauh. Sekali lagi aku bisa meramal momenku akan hilang.
"Hei, kalian sedang membahas apa?" Tanyanya sambil duduk di kursi kosong sebelah. Aku merengut memadangnya, dia tak pintar menebak situasi dan kondisiku yang sedang dalam tahap memperjuangkan perjuangan.
"Belajar menghilangkan kata 'apa'." Jawab gadis di depanku, aku meliriknya sedikit. Dia menjawab pertanyaan sambil tersenyum ke arah Jarwi. Bagus, pipiku semakin panas.
Jumat, 25 Desember 2015
Tiga pagi dan Nama
Tiga pagi,
Sejenak melirih kan kata menangkupkan tangan dalam rindu-Nya. Tak ada berisik deru motor atau hiruk pikuk suara manusia. Hanya antara alam, hamba, dan Engkau.
Dominan keraguan yang bertemu sehari, menetapkan hati hanya padaMu yang pasti. Tentu pasti doa untuk terdekat yang tersayang dalam lindungan. Sayang, masih ada nama yang masih menjadi tanya. Nama yang menjadi rahasiaMu untuk masa depan. Bukanlah saya apa-apa tanpa petunjukMu. Saya pun belum mengerti apa. Hanya rindu padaMu untuk menghindari kerinduan pada nama itu. Mungkin saya belum pantas bila bertemu saat ini, belum bisa mendekatkan diri agar lebih dekat.
Nama, siapapun itu, terselipkah namaku dalam setiap tiga pagimu?
Jumat, 13 November 2015
Mereka, Sama Bukan?
Bagaimana mengatakannya, deskripsi saya masih dangkal. Berdebat dengan mereka, saya ternyata telak cenderung baru mengerti. Bukan begitu, ini begini, buka juga mata dan pikiran.
Tidak boleh menyamakan semua orang, masing-masing memiliki keyakinan dan ketulusan sendiri. Kalau mereka tidak? Mungkin kita sendiri kurang dalam ketulusan juga. Itu penghiburan diri saja, agar memang, iya, saya yang salah.
Sejauh ini sudut pandang saya masih sama, meskipun itu tidak bisa diyakini secara permanen. Hanya ada dua tipe, yaitu ayah dan mereka. Mereka dalam hal ini saya anggap sama, meskipun saya tahu tidak boleh sama. Mungkin karena itu keterpakuan saya belum hilang, pergian saya belum sejauh senja tenggelam.
Kenapa ini? Mereka memang sama kan? Itu sendiri pun sadar diucapkan, lalu pola pikir saya harus bagaimana menangkapnya. Kenyataan saya terus mengiyakan di sekitar saya. Kalau ini memang sebenarnya, adakah yang sebenarnya bukan?
Kamis, 08 Oktober 2015
I won't
Leave me, I'm fine
I won't stare to the ceiling every single night
Longing some wish that won't come true
Leave me, I'm fine
I'm not good enough to fight for
Just twice in a year, long time a go
It just me that has low grade
I'm goner
Leave me, I'm fine
Through the shadow I'm thinking
How to burn all the memories
But, its none
Leave me, I'm fine
Don't worry, I wont bugging again
I'll stay where I stay
Learn to change those to usual thing
Like remembering sun in the morning
Without feeling of beauty
Leave me, I'm fine
I'm the one to blame, not else
We're good but never enough
Leave me, I'm fine, really fine