Jumat, 25 Desember 2015

Tiga pagi dan Nama

Tiga pagi,
Sejenak melirih kan kata menangkupkan tangan dalam rindu-Nya. Tak ada berisik deru motor atau hiruk pikuk suara manusia.  Hanya antara alam, hamba, dan Engkau.
Dominan keraguan yang bertemu sehari, menetapkan hati hanya padaMu yang pasti. Tentu pasti doa untuk terdekat yang tersayang dalam lindungan. Sayang, masih ada nama yang masih menjadi tanya. Nama yang menjadi rahasiaMu untuk masa depan. Bukanlah saya apa-apa tanpa petunjukMu. Saya pun belum mengerti apa. Hanya rindu padaMu untuk menghindari kerinduan pada nama itu. Mungkin saya belum pantas bila bertemu saat ini, belum bisa mendekatkan diri agar lebih dekat.
Nama, siapapun itu, terselipkah namaku dalam setiap tiga pagimu?

Jumat, 13 November 2015

Mereka, Sama Bukan?

Bagaimana mengatakannya, deskripsi saya masih dangkal. Berdebat dengan mereka, saya ternyata telak cenderung baru mengerti. Bukan begitu, ini begini, buka juga mata dan pikiran.
Tidak boleh menyamakan semua orang, masing-masing memiliki keyakinan dan ketulusan sendiri. Kalau mereka tidak? Mungkin kita sendiri kurang dalam ketulusan juga. Itu penghiburan diri saja, agar memang, iya, saya yang salah.
Sejauh ini sudut pandang saya masih sama, meskipun itu tidak bisa diyakini secara permanen. Hanya ada dua tipe, yaitu ayah dan mereka. Mereka dalam hal ini saya anggap sama, meskipun saya tahu tidak boleh sama. Mungkin karena itu keterpakuan saya belum hilang, pergian saya belum sejauh senja tenggelam.
Kenapa ini? Mereka memang sama kan? Itu sendiri pun sadar diucapkan, lalu pola pikir saya harus bagaimana menangkapnya. Kenyataan saya terus mengiyakan di sekitar saya. Kalau ini memang sebenarnya, adakah yang sebenarnya bukan?

Kamis, 08 Oktober 2015

I won't

Leave me, I'm fine
I won't stare to the ceiling every single night
Longing some wish that won't come true

Leave me, I'm fine
I'm not good enough to fight for
Just twice in a year, long time a go
It just me that has low grade
I'm goner

Leave me, I'm fine
Through the shadow I'm thinking
How to burn all the memories
But, its none

Leave me, I'm fine
Don't worry, I wont bugging again
I'll stay where I stay
Learn to change those to usual thing
Like remembering sun in the morning
Without feeling of beauty

Leave me, I'm fine
I'm the one to blame, not else
We're good but never enough
Leave me, I'm fine, really fine

Rabu, 16 September 2015

Kita? Bukan

Kita, bukan, sekarang hanya ada kata aku atau kamu.
Menikmati malam-malam dingin, bersama ocehan hewan malam tak berirama. Kadang ada canda tawa barang sekali atau dua, tapi mereka tak berlama. Kemudian kembali sunyi, khas suasana menjelang dini hari. Terjaga diakhir kemudian mempersalahkan jam dinding. Apalah maunya!
Bulan, bintang, gelap, sesudah senja dan kemudian pagi datang. Sudah waktunya kembali berlari. Hingga pertemuan dengan senja dan kopi. Masih bisa, masih sanggup, masih ada tenaga. Tersenyum!

Sabtu, 25 Juli 2015

Secangkir kopi

Pukul 20.45 malam mereka sudah beranjak meninggalkan rumah. Hanya kali ini aku tidak ikut bersama mereka. Aku duduk di atas bambu yang dibuat melintang sebagai tempat duduk diantara pohon kersen sambil melambaikan tangan pada mobil mereka yang berangkat pergi pawai di malam hari. Aku tidak ikut, meskipun ingin.
'Hei' seseorang menyapaku, kutanya kenapa dia tidak ikut. Dia hanya senyum, 'rumahku udah kangen ku tidurin'. Aku menganggukkan kepala sambil membalas senyumannya.
Malam itu secangkir kopi, emping jagung, dan asap rokoknya menemaniku menggantikan rutinitas keramaian bersama mereka. Diawali dengan cerita keseharian masing-masing yang sudah lama tidak saling diketahui, beranjak ke cerita kehidupan sekitar yang buatku masih saja awam. Bercerita dan berbagi, hanya seperti ini yang kurindukan sebenarnya. Tidak perlu banyak orang yang datang berkumpul tetapi hanya sekedar musafir. Aku diam mendengarkannya bercerita sampai suatu kali terlanjur membicarakan masalah pribadinya. Bagian yang kutahu tentangnya sebelumnya hanya setengah dan sekarang aku bisa melihat dari sudut pandang lain. Tawa yang sebelumnya dilepaskan tentang masalahnya kurasa merupakan topeng yang rapi dipakai olehnya. Ada sudut pandang yang harus didengarkan dari orang pertama karena dia yang mengalami.
Angin malam mulai datang, mengantarkan hawa dingin yang dihangatkan oleh kopi panas. Aku menyeruputnya sedikit-sedikit. Aku sendiri hanya bertanya tentang hal yang sangat ingin kutanyakan untuk mendengarkan pendapatnya, meskipun ketika ku cerna aku memiliki pendapat yang lain. Aku mengungkapkannya tetapi dia menjawabnya dengan sederhana. Sampai pada suatu titik aku merasa 'bodoh' dan 'egois'. Begitu, aku membutuhkan ini. Suatu pembicaraan yang mengarahkanku agar membuka mata. Kopi panas sudah habis dan rokoknya pun sudah mencapai ujung. 'Nah, kan kenapa aku yang malah curhat disini'. Katanya. 'Tak apa, masih ada lain kali'. Aku tersenyum, menepuk pundaknya. Karena terkadang aku juga membutuhkan tepukan itu 'Tak apa ada aku, sahabat yang akan selalu mendengarkanmu'.

Selasa, 14 Juli 2015

Sorry?

Sorry is simple yet complicated word
Banyak analogi yang saya ketahui berkaitan dengan permintaan maaf. Salah satu yang masih saya ingat adalah dari dp (display picture) teman di bbm. Untuk nama tidak akan saya sebutkan karena itu adalah privacy.
Singkatnya seperti ini, 'ketika orang berbuat kesalahan diibaratkan seperti piring yang pecah kemudian apabila dengan mengucapkan kata maaf apakah piring itu dapat utuh kembali?'. Setidakmengertinya saya tentang hidup pasti pun akan menjawab hanya penyihir, peri, dan pesulap yang bisa membentuknya utuh lagi. Sayangnya dunia nyata bukan merupakan bagian dari sim salabim tokoh tersebut.
Sudut pandang saya mungkin berbeda dari analogi tersebut, karena menurut saya itu merupakan analogi yang egois. Ya, egois. There is no perfection in human being. Indeed. Semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk berbuat salah. Seperti setiap piring memiliki kesempatan yang sama untuk pecah. Ketika sebuah kesalahan diibaratkan dengan sebuah piring yang pecah, lalu apakah piring itu pecah dengan sendirinya? Apakah pemahaman piring yang pecah sama dengan pemahaman kesalahan yang dibuat?
Kalau ada pepatah Don't judge people by it's cover. Saya bilang, Don't judge people by it's mistake. Kesalahan adalah hal mutlak yang telah dilakukan dan itu tidak akan bisa diubah. Tak ada daya yg dapat mengubah kesalahan menjadi hal yg benar. Bagi saya, kesalahan adalah kesalahan. Tepat. Oleh karena itu, bukan sebesar atau sejauh mana kesalahan itu dilakukan. Namun, bagaimana kesalahan itu dipertanggungjawabkan. Bagaimana effort untuk mengakui dan memperbaikinya. Bukan menjadi utuh kembali seperti analogi piring itu, tetapi menjadi lebih baik lagi, lebih bermanfaat lagi. Bukankah piring yg pecah juga dapat bermanfaat lagi ketika didaur ulang? Seperti piring yang dapat bermanfaat lagi, setiap kesalahan juga selalu memiliki kesempatan untuk diperbaiki.
Effort. Andai semua orang menyadari dan memiliki itu.

Rabu, 17 Juni 2015

Short

"Kau bahagia?"
"Apa itu perlu kau tanyakan?"
Aku merengut mendengar jawabannya, kemudian mengalihkan pandanganku pada awan putih besar yang bergerak tertiup angin. Dia meraih tanganku dan menggenggamnya, erat.
"Aku masih bisa mengucapkan terima kasih karena ini. Kalau itu definisi yang kau cari."
Aku menoleh ke arahnya, dia memandangku tepat di kedua mataku. Aku melihatnya, kesungguhannya. Aku tersenyum dan mempererat genggamannya. "Terima kasih." Kataku.

Selasa, 02 Juni 2015

Fine

9 months and 7 days, already?
Yes, it is. I'll be fine, I'll fine, I'm already fine. That's what I told them, over and over again.
Saya tidak pintar merangkai kata. Ada yang bilang ini adalah ruang publik bukan tempat menumpahkan semua pikiran. Diary ada untuk dirahasiakan, dibuka dengan password, dan tidak untuk diakses dengan mudah. Tepat.
Tapi, saya hanyalah seorang 'coward', 'loser', 'loner'. Berkata baik sekalipun tidak, tersenyum sekalipun 'kabur', berdiri sekalipun 'terpapah', tegak sekalipun 'terengah-engah'. Bukanlah demi pembuktian apapun, tetapi karena berkaca pada mereka yang pasti memiliki cerita sendu sendiri. Yang tak sempat dibagi bersama agar mengerti. Mereka masih menyunggingkan manisnya kebersamaan, dan saya hanya menghargai mereka. Mereka yang selalu ada.
Sekalipun saya yang berkata 'beranjak' tetapi mungkin saya yang paling terakhir berdiri. Diam, tak bersuara, tak apa agar lebih mudah ditinggalkan. Karena yang tertinggal adalah posisi yang sulit, tak apa saya bersedia. Ada banyak cermin di dunia, dan saya sering berkata padanya agar tidak terlalu lama memandangi kosong. Terlalu banyak meminta, terlalu sedikit memberi. Pemikiran take and give bukan give and give yang menghalangi saya untuk melangkah. Sekarang saya hanya bisa tersenyum, ada cermin lain yang akan melaksanakan lebih baik dari saya.

Rabu, 18 Maret 2015

Silent Me

Walking in the desert, I suppose can't find any of those cooling air.
As I'm waiting for the rain to come in the day, dua pertiga rasa tak terdeskripsi. Ada sesuatu dalam bayang yang tak terdefinisikan. Ruangkan bingung itu dalam ranah yang tak terjangkau.
Selamat datang kembali jauh, seperti menerka yang tak terterka. Baik segera tersipu memandang angkasa terdefinisi biru. Senyum sapa di ruang yang berbeda. Seketika setitik air yang jatuh sanggup menegakkan nanar. Hanya saja terjadi dalam jauh.
Kembali dikota kembali, dapatlah kembali menegak. Di sekitar populasi yang seragam sekaligus beragam. Terimakasih pada diam yang terkenang.

Rabu, 11 Maret 2015

answer

randomly I ask for answer
though no one could explain it well, very well while still in blur.
Ya,bukan jawaban yang bisa dijelaskan, tetapi hanya bisa ditemukan. Sepanjang jawaban itu belum ada, kuasa penanya hanya mencari. Ada sangsi dan bingung yang tidak bisa dijelaskan. Seperti buih yang tak pernah bisa tergenggam. Menjadi baru di udara sekejap tak bertahan lama. Bagaimana mendapatkan jawaban bukan sekedar jawaban.
Bila pasti ulat menjadi kupu-kupu hanya saja kemudian terbang bebas sampai hilang di senja. Hilang, kemudian saja hilang. Sejenak bertahan bersenandung menghadap surya, melepas sangsi yang tak terjawab.
Tersenyumlah bila jawaban itu ada, kebahagiaan telah sampai di depan mata.