Kamis, 21 Januari 2016

Hilangkan

Kutatap lekat kedua bola matanya, sama dengan yang dia lakukan padaku. Ada celah untuk beralih, tapi mataku tak teralih sedikit pun. Mungkin karena aku yang ingin.
"Apa kita sedang jatuh cinta?" Polos dia bertanya padaku. Aku sedikit tertegun, dia bertanya seperti hal tersebut mudah untuk dijawab. "Mungkin tidak." Jawabku, ingin mengetahui reaksinya selanjutnya. Terbukti, raut wajahnya berubah sedikit berkerut bingung tetapi tak meninggalkan pandangannya dari kedua mataku, aku pun masih sama.
"Apa yang seharusnya terjadi kalau jawabannya 'mungkin iya'?" Lagi, dia bertanya.
Aku bukan seorang pecinta bukan juga penyair sekaliber Chairil Anwar dengan kosa kata majemuknya.
Aku diam memandangnya, kuharap aku bisa menjawab pertanyaannya. Kurasa soal matematika lebih mudah ku jawab daripada pertanyaan emosionalnya ini. "Kalo kau masih mempertanyakan itu kurasa selamanya itu masih 'mungkin tidak'."
Dia menatapku lebih lekat dari sebelumnya. Kemudian memejamkan matanya sambil menopang dagu.
'Apa aku salah menjawabnya?'
"Kalau aku menghilangkan kata 'apa' berarti jawabannya 'mungkin iya'?"
Telak, dia memainkan kata lagi.
"Tanpa kata 'mungkin'." Jawabku.
Dia tersenyum, sumringah. Aku memalingkan wajahku darinya, menyembunyikan pipi yang sangat panas kurasakan.
"Bisan!"
Jarwi memanggilku dari jauh. Sekali lagi aku bisa meramal momenku akan hilang.
"Hei, kalian sedang membahas apa?" Tanyanya sambil duduk di kursi kosong sebelah. Aku merengut memadangnya, dia tak pintar menebak situasi dan kondisiku yang sedang dalam tahap memperjuangkan perjuangan.
"Belajar menghilangkan kata 'apa'." Jawab gadis di depanku, aku meliriknya sedikit. Dia menjawab pertanyaan sambil tersenyum ke arah Jarwi. Bagus, pipiku semakin panas.